Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DI LUAR KEGIATAN KEHUTANAN

Kawasan hutan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, antara lain kegiatan:

  1. religi;
  2. pertambangan;
  3. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan;
  4. pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi;
  5. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
  6. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan  pengangkutan hasil produksi;
  7. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah;
  8. fasilitas umum;
  9. industri terkait kehutanan;
  10. pertahanan dan keamanan;
  11. prasarana penunjang keselamatan umum; atau
  12. penampungan sementara korban bencana alam.


    Dengan syarat….
    • hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi; dan/atau kawasan hutan lindung. Berarti  pembangunan di luar kegiatan kehutanan TIDAK DAPAT dilakukan dalam hutan konservasi (Taman Nasional, Cagar Alam, tahura….)
    • tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan
    • kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah (tidak boleh melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka)dengan ketentuan dilarang mengakibatkan turunnya permukaan tanah; berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan terjadinya kerusakan akuiver air tanah
    • hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan yaitu kegiatan yang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
    • Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan yang diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan
    • Penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, izin pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat diberikan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat

    Sumber: disarikan dari PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

    Peringatan:

    • Barang siapa dengan sengaja mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
    • Barang siapa dengan sengaja melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (6) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf g UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
    • Barang siapa dengan sengaja membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (9) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf j UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
    • Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing -masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan (Pasal 78 ayat (14) UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

    Post Options

    9 komentar untuk "PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DI LUAR KEGIATAN KEHUTANAN"

    1. Sekarang bagaimana pak...kalau pihak perusahaan real estate perlu air...., pipa hrs melalui kws konservasi, untuk masang pipa... . apa payung hukumnya

      BalasHapus
      Balasan
      1. Dalam pedoman pinjam pakai kawasan hutan (terbaru adalah Permen LHK Nomor P.50/2016) telah diatur 2 mekanisme penggunaan kawasan hutan yaitu pinjam pakai dan mekanisme kerjasama. Poin2 yg termasuk kategori pinjam pakai dan kerjasama dan semua persyaratannya ada di peraturan tsb.
        Seingat saya, terkait pembuatan embung, pemasangan pipa air dalam kwsn hutan bisa menggunakan mekanisme kerjasama.

        Hapus
    2. apakah bisa menggunakan p19 tentang kolaborasi?

      BalasHapus
    3. peraturannya sudah cukup baik dan lengkap, maslahnya siapa yang mengawal ini semua untuk menjamin dapat diimplementasikan secara konsisten?

      BalasHapus
    4. Mas Hariyanto, mau tanya di dalam (Ps 2 PP 24/2010)., disebutkan bahwa "Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan."
      Sedangkan disebut pelepasan kawasan hutan adalah perubahan HPK menjadi kawasan non hutan; dan Persetujuan prinsip pencadangan adalah persetujuan pencadangan pelepasan kawasan
      hutan untuk pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan
      yang diberikan oleh Menteri Kehutanan.

      Apakah yang disebut dengan penggunaan kawasan hutan itu "pasti: di luar pembangunan kehutanan ataukah juga termasuk pertanian, perkebunan seperti disebutkan pada persetujuan prinsip pencadangan. Apakah ini hal yang sama ataukah berbeda? mohon pencerahannya. Terima kasih. Salam.

      BalasHapus
    5. Mohon maaf Mas Hariyanto, Apa yg Saudara sampaikan itu MURNI normatif PP 24/2010.
      Penggunaan kawasan hutan menurut saya itu ada 2 jenis. Satu tersurat yaitu pada Pasal 38 UU 41 Tahun 2010. Dan satunya tidak tersurat, namun tersirat dalam Pasal 38 Ayat (1) UU 41 Tahun 2010.
      Penggunaan kawasan hutan dalam PP 24 Tahun 2010 menurut saya tidak selaras dengan UU 41 Tahun 1999.
      Maka, kedudukan UU 41 Tahun 1999 lebih tinggi daripada PP 24 Tahun 2010, berlaku asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori (Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah).
      Inilah pertentangan peraturan dikarenakan pembuat peraturan (baik PP maupun Permenhut) belum memahami politik hukum UU Kehutanan.

      BalasHapus
    6. Maaf, perkenalkan nama saya Octav Verdian, bekerja di Perum Perhutani Jawa Timur. Jika ada tanggapan, mohon infokan ke No. HP. 082141053599 (sms dulu ya). Trims atas blog nya.

      BalasHapus
      Balasan
      1. Yg diutarakan Mas haryanto sudah benar kok.

        Hapus
    7. Saya tertarik dengan "Peringatan" yg disampaikan mas M. Hariyanto. Dgn berlakunya UU No 18/2013 ttg P3H, telah mencabut beberapa pasal dlm UU No. 41/1999 ttg Kehutanan, yg salah satunya adalah pasal 50 ayat (3) huruf a. Sedangkan secara eksplisit tdk diakomodir secara jelas dalam UU No 18/2013. Mhn pencerahannya ttg larangan dan sanksi yg mengatur ttg perbuatan "menggunakan dan atau mengerjakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah" sebagaimana disebut dalam pasal 50 ayat (3) huruf a sebelum dicabut akibat berlakunya UU No.18/2013.
      Jadi terkait tipihut tersebut, bagaimana cara menjerat pelakunya??
      Terima kasih

      BalasHapus